Sejak kecil kita dididik
untuk belajar, dimulai dari rumah, sekolah kemudian lingkungan masyarakat dan
itu terus berlanjut hingga kita dewasa atau menyelesaikan pendidikan tinggi.
Tujuannya cuma satu, yaitu agar kita menjadi pintar dan mandiri, yakni paham
persoalan dan tidak terus menerus bertanya/bergantung kepada orang lain.
Kepintaran ini memang
sangat membantu kita dalam memudahkan segala urusan hidup kita, sebab kita
adalah mahluk yang berpikir dan berevolusi, pikiran kita terus berevolusi dari
waktu ke waktu. Kebutuhan saat ini tidak akan sama dengan kebutuhan kita di
masa depan, begitupula kebutuhan masa lalu dengan masa sekarang ini. Oleh
karenanya ketika pikiran berevolusi maka ia harus dibarengi dengan teknologi
yang canggih agar semua kebutuhan manusia di setiap zaman dan tempat selalu
terpenuhi.
Karena kalau tidak, manusia
tidak akan pernah maju-maju, kenyataan akan terus terkubur dalam liang hayalan.
Ketika manusia (dahulu) berpikir bahwa mereka bisa terbang, namun tidak ada
teknologi pendukungnya maka pikiran tersebut hanya akan menjadi imajinasi dan
bahan tertawaan belaka, namun dengan teknologi imajinasi tadi menjadi kenyataan
seperti sekarang ini.
Lantas dari mana datangnya
teknologi tersebut? Tentu saja jawabnya dari kepintaran. Kita ambil contoh mudahnya,
seandainya tidak ada yang belajar teknologi dengan sungguh-sungguh maka
penemuan-penemuan para ilmuwan terdahulu pasti akan mandek, kita tidak mungkin
akan memasuki era digital seperti sekarang ini kalau tidak ada yang pintar
mengembangkan telepon hingga menjadi smartphone seperti sekarang ini,
begitupula dengan teknologi-teknologi di berbagai bidang lainnya. Oleh
karenanya kepintaran memang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia untuk terus
memudahkan urusan hidup mereka ke depan.
Kepintaran ini secara
alamiah membuat manusia selalu dibutuhkan oleh banyak manusia lainnya dan dari
sinilah ia mulai merasa bahwa ia memiliki kelebihan dan berada di atas yang
lainnya.
Namun perlu kiranya
disadari bahwa kelebihan ini merupakan ujian (soal) bagi manusia, ada yang
menjawab/menyikapinya dengan kesombongan dan adapula yang menjawabnya dengan
kerendah hatian.
Bagi yang menyombongkan
dirinya, ia merasa kepintaran itu datang dengan sendirinya, karena itu adalah hasil
dari usaha belajar dan jerih payahnya, ketika ia sudah melebihi yang lain ia
menjadi lupa dengan yang lain bahkan ia tidak merasa butuh kepada manusia lainnya,
justru manusia yang lainlah yang selalu butuh pada kepada kepintarannya.
Akibatnya ia merasa seakan tuhan, dimana manusia-manusia lainnya hanyalah budak-budaknya
saja yang selalu menuruti perintahnya. Ia hanya peduli dengan dirinya saja dan
tidak pernah peduli dengan yang lain. Ketika ia lapar ia hanya peduli dengan
perutnya yang lapar, ia tidak pernah peduli dengan perut orang lain yang
kelaparan setiap waktu.
Namun berbeda dengan
mereka yang selalu rendah hati, kepintaran bagi mereka adalah sarana untuk
menolong manusia lainnya sehingga manusia terus berkembang sesuai tempat dan
zamannya, kepintaran di mata mereka adalah anugerah dari Tuhan untuk menolong
sesama, dan mereka hampir tidak pernah menyalahgunakan kepintaran mereka untuk
tujuan yang merugikan manusia.
Namun sepintar apapun
manusia, sesungguhnya ia tidak bisa hidup sendiri, ia selalu membutuhkan orang
lain, sebab kepintaran itu sendiri hadir bersama manusia lainnya. Tidak ada
manusia yang pintar dengan sendirinya, manusia hanya bisa pintar karena ia
belajar dari manusia lainnya. Bahkan kepintaran itu sendiri adalah pengimbang
dari kebodohan, tidak ada orang pintar kalau tidak ada orang bodoh. Dan hukum
alam tidak bisa berjalan tanpa adanya keseimbangan.
Selama ini kita hanya tahu
bahwa orang bodoh butuh orang pintar, namun apakah kita pernah berpikir bahwa
orang pintar pun butuh orang bodoh. Apakah ini adalah lelucon?
Tentu saja tidak, sebab
seandainya manusia yang pintar tidak memiliki orang-orang yang bodoh di sekitarnya
maka tidak ada yang mau lagi mendengarkan ucapannya apalagi mengikuti
perintahnya, sebab semua manusia sudah pintar seperti dirinya.
Maka mau tidak mau mereka
semua akan berlomba-lomba menjadi orang bodoh kembali, agar mereka senantiasa
dibutuhkan oleh manusia lainnya. Maka sepintar apapun manusia dia tetap butuh
manusia lainnya.
Jadi pilih mana, mau jadi
orang bodoh yang pintar atau orang pintar yang bodoh?
No comments:
Post a Comment